Feeds:
Pos
Komentar

Archive for September, 2005

PDL: Payah Deh Lu!

Buat yang tinggal di Pulau Jawa, pernah jalan-jalan ke luar Pulau Jawa nggak? Suka merhatiin nggak gimana transportasi umum di kota-kota di luar Jawa yang disinggahin? Hebat ya? ternyata angkutan umumnya sama. Sama-sama angkot kecil, suka ngetem dan berhenti sembarangan, banyak jumlahnya, nggak nyaman dan bikin macet.

Pernah merhatiin trotoarnya nggak? Eh ternyata sama juga ya, banyak yang nggak enak buat jalan kaki dan banyak yang dipake sama tukang dagang kaki lima (untung bukan kaki seribu). Pernah nyoba nyeberang di persimpangan yang ada lampu lalu-lintasnya nggak? Sama susahnya kan sama di Jawa? Gambar orang yang nandain boleh nyeberang kalau warnanya hijau selalu berwarna merah, terus mobil/motor dapet hak istimewa “belok kiri langsung!”. (Jadi inget perempatan Pasar Simpang sama perempatan Jl.Merdeka deket BIP, kalau nyeberang harus penuh perjuangan. Meleng sedikit, bisa dipanggil “anjing!” sama yang naik mobil atau motor. Sadis euy!).

Pernah ngerasain macet nggak? Pasti dong! Kalau jalan di Indonesia nggak ada macetnya, belum komplit namanya. Ibaratnya, bagai malam tak berbintang atau bagai sayur tanpa garam. Wuih, jadi inget rayuan gombal masa berpacaran!

Terus pernah mikirin dan nanya dalam hati nggak: “koq bisa ya semuanya sama amburadulnya? dari Sabang sampe Merauke minus Tim-Tim karena udah milih jadi negara sendiri lepas dari NKRI (Negara Kita Republik Indonesia)” Pasti pernah deh, hayo ngaku aja!

Kalau saya sering tuh terheran-heran. Bukan apa-apa, ya cuman heran aja, koq ya nggak ada kepala daerah di salah satu kabupaten/kotamadya/propinsi di Indonesia yang berani tampil beda, misalnya: angkutan umum di daerah yang dia pimpin jauh lebih nyaman, trotoarnya juga nyaman, tempat nyeberangnya uenak tenan, terus macetnya ya nggak kebangetan. Nggak ada yang kreatip kali ya? Kasihan juga ya? Padahal mereka pasti kan udah sering jalan-jalan studi banding sambil shopping ke luar negeri yang sistem transportasi, fasilitas umum dan fasilitas sosialnya OK punya.

Ya bener sih, mau udah ngelihat yang bagus-bagus, kalau dasarnya memang nggak kreatip, ya gitu: bengong dan bingung!. Apalagi kalau jadi kepala daerahnya cuman modal ijasah palsu, uang sama katabelece! Pasti deh tambah nggak mutu! Yang kasihan ya kita-kita juga, yang sama mereka suka disebut sebagai “rakyat”.

Kadang-kadang saya suka berpikir “sadis”: jangan-jangan yang jadi pemimpin di negeri kita itu kebanyakan adalah PC (produk cacat) yang nggak lulus QC (quality control) alias BS (barang sisa). Lho, tapi koq bisa jadi pemimpin? Ya bisa dong, PC atau BS kan biasanya diobral biar laku. Jadi pakai pendekatan “obral” sesuai selera konsumen biar kepake. Obral ke sini-ke situ, titipin ke sini-ke situ, dst… dst… Lha, konsumennya siapa? Siapa lagi kalau bukan cukong-cukong yang targetnya memang cari untung.

Terus, solusinya gimana? Ya susah-susah gampang (kata “susah” diulang dua kali sementara kata “gampang” nggak diulang, artinya lebih banyak susahnya daripada gampangnya), masukin aja ke dalem karung terus buang deh ke TPA (tempat pembuangan akhir). Bener kan banyak susahnya! Siapa coba yang bisa masukin beliau-beliau ke dalem karung? Lha wong mau ketemu aja susahnya minta ampun, harus lewat satpam yang kumisnya melintang kaya jepitnya kalajengking.

Ah saya mah bisanya ngomong doang! Sok coba nanti kalau diangkat jadi pemimpin, belum tentu juga inget sama yang diomongin sekarang! Apalagi kalau udah banyak dapet fasilitas: uang makan, uang seragam, pakaian olah raga, mobil dan rumah dinas, de-el-el. Lidah mah tak bertulang, ngomong mah gampang!

Aduh maap atuh kalau gitu! Koq saya dimarahin sama saya juga? Koq jeruk minum jeruk? Jadi inget Joshua waktu masih ngetop jadi bintang iklan! Udah ah… maap ya kalau gaya bahasanya amburadul dan sarkastis.

Read Full Post »

Ngelantur…

Ini hanya sekedar curiga saja, sepertinya pemerintah sedang main drama atau opera sabun berkaitan dengan masalah BBM ya? Koq bisa-bisanya BBM masih terus langka sampai sekarang, padahal tidak ada peristiwa ekstrim di Indonesia. Coba nanti lihat kalau BBM sudah dinaikkin harganya dengan mencabut subsidi yang ada, masih bakalan langka atau kembali normal suplai BBM? Kalau kembali normal, artinya memang ada pertunjukkan drama. Mari beri tepuk tangan untuk para pemeran utamanya… Sukses berat!

Kalau suplai masih tetep seret, emang dasar para pejabat nggak becus ngurus negara! mendingan ke laut aja! hahaha…

Eh pada suka bola kan ya? Di sepak bola, biasanya kan pelatihnya suka ngambil dari negara mana, pemainnya juga. Gimana kalau kita terapin di percaturan politik? Kita ngontrak Presiden, Menteri, Hakim, dan lain-lain. Biar mereka ngeberesin negara Indonesia yang lagi amburadul, terutama dikasih tugas ngegantungin para koruptor, bikin peraturan yang bagus, dll.

Atau, gimana kalau Indonesia tukar guling aja? Sama Jepang misalnya? Eh kekecilan kali ya? Sama mana ya? Pasti deh banyak yang mau. Biar orang Indonesia pindah ke negara lain yang mau tukar guling sama kita. Kita cari aja negara yang udah maju. Syaratnya, yang mau tukar guling harus tetep pakai nama Indonesia, dan kita pakai nama negara dia. Kali bisa maju dan harum nama Indonesia… Eh tapi jangan-jangan, negara maju yang mau tuker guling sama kita malah jadi ancur negaranya karena ditempatin kita… Ah nggak apa-apa kali ya? yang penting kan nama Indonesia bisa jadi harum dan negara yang bernama Indonesia bisa jadi negara maju. Soal orang yang tinggal bukan orang Indonesia lagi, ya apa boleh buat… hahaha…

Ah ngaco ah… Maap deh kalau ada yang tersinggung, ini bukan sedang menghina diri sendiri atau rakyat sendiri, cuman sekedar ngelantur aja, daripada frustrasi mulai dari 1998 sampai 2005 masih krismon terus (berapa tahun tuh? 7 tahun ya?). Kata pepatah: “hujan batu di negeri sendiri lebih baik daripada hujan emas di negeri orang”. Ah, kalau saya mah nggak setuju, mendingan: “hujan emas di negeri sendiri sama baiknya dengan hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri sama jeleknya dengan hujan batu di negeri orang”. Mana ada hujan batu koq enak, hujan debu aja udah bikin rambut jadi gimbal, kaya dulu jaman Gunung Galunggung meletus tahun ’82 apalagi hujan batu, bisa2 kepalanya gembul, saking banyaknya benjol-benjol… ah meuni serieus pisan atuh euy!

Udah ah… ngelantur nggak boleh kepanjangan nanti yang baca bosen! eh emang ada yang baca? meuni Ge-eR!

Read Full Post »

Altitude Illnesses

Sebulan yang lalu saya mendapat undangan silaturahmi di rumah seorang sesepuh di Hamburg. Kebetulan hadir pula Pak Muhammad bin Belfas. Buat mereka yang dulu mengikuti berita ledakan 11 September di NY mungkin masih ingat dengan nama ini yang dahulu bersama Agus Dwikarna sempat dicurigai sebagai anggota teroris yang turut serta dalam rencana peledakan dan ternyata tidak terbukti.

Dalam obrolan santai kami, kemudian beliau mulai berbicara tentang sebuah ayat dalam Al-Quran yang menurut beliau menarik untuk dilihat dari kacamata ilmiah. Menurut beliau pula, ada seorang pakar, yang begitu membaca ayat ini langsung tersentak dan mengakui kebenarannya. Ayat itu tertulis dalam surat Al-Anaam ayat 125 yang berbunyi:

Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.

Selanjutnya beliau menggarisbawahi kalimat “niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit”.

Ada sebuah fakta ilmiah di dalam kalimat tersebut, yaitu: konsentrasi oksigen pada permukaan laut sekitar 21%, dengan tekanan barometrik rata-rata sebesar 760 mmHg. Dengan bertambahnya ketinggian, konsentrasi oksigen akan tetap namun jumlah molekul oksigen per satu kali hembusan nafas berkurang. Pada ketinggian 3658 meter, tekanan barometrik hanya 483 mmHg dan molekul oksigen per satu kali hembusan nafas hanya tinggal 40% saja, sehingga untuk memenuhi kebutuhan oksigen, laju bernafas kita harus ditingkatkan (meskipun kita sedang dalam keadaan tidak bergerak). Cara ini akan menambah kandungan (konsentrasi) oksigen di dalam darah, tetapi tidak akan mencapai seperti konsentrasi pada kondisi normal.

Mengapa demikian? Bertambahnya ketinggian akan menyebabkan berkurangnya tekanan udara, akibatnya berkurang pula fungsi respirasi paru-paru dan transpor oksigen dalam aliran darah (fungsi kapiler), meskipun misalnya kandungan oksigen di udara masih 21%. Akibatnya akan timbul beberapa gejala sebagai berikut:

  • meningkatnya laju pernapasan (seperti orang yang mengalami sesak napas dan tersengal-sengal).
  • mengalami pusing atau mata berkunang-kunang.
  • merasakan dingin yang ekstrim.
  • degup jantung meningkat.
  • pandangan menjadi kabur/buram.
  • mengalami insomnia dan nervous.
  • kulit, kuku dan bibir menjadi biru.
  • merasakan seperti orang yang mabuk.

Pada tingkat tertentu, kejadian seperti ini dapat berakibat fatal dan menyebabkan kematian. Oleh karena itu, dalam kegiatan panjat gunung kita sering mendengar istilah aklimatisasi yang fungsinya untuk memberikan waktu kepada tubuh kita menyesuaikan diri dengan kondisi dimana kandungan oksigen di dalam darah menjadi berkurang. Atau dengan menyediakan suplemen oksigen, seperti pada pilot pesawat terbang.

Bahan bacaan:

Read Full Post »

Older Posts »